21 September 2011

Imbalan Tanpa Pamrih

Menulis yang didasarkan kepada hati dan niat yang tulus lebih terasa menyenangkan dibanding dengan menulis yang memiliki tingkat ambisi terlalu menggebu. Apakah tujuan menulis itu untuk memperoleh kepopuleran, kejayaan, hadiah, ilmu, atau sebagainya? Namun, luruskanlah terlebih dahulu niatnya dan selaraskan dengan hati agar menulis bisa menjadi sebuah kegiatan yang lebih menyenangkan.

Siapa yang tidak mengharapkan imbalan dari menulis? Tentu saja hampir semua orang mengharapkan imbalan, baik berupa imbalan hadiah, honor, atau berupa sebuah pujian, komentar, saran, dan kritik yang membangun. Saya adalah termasuk kedalam penulis yang selalu mengharapkan imbalan berupa komentar. Mengapa? Karena dari komentar para pembacalah saya dapat selalu melakukan intropeksi diri terhadap tulisan saya.
Sesaat setelah saya melakukan posting tulisan baik di Kompasiana maupun di blog saya, dengan segera saya akan mengecek artikel tersebut. Apakah saya sudah mendapat komentar atau sudah ada berapa pengungjung yang mendatangi dan membaca artikel saya? Harga sebuah komentar atau sebuah kedatangan pembaca sangat berharga bagi saya. Dengan cara seperti itu saya merasa bahwa apa yang saya lakukan dihargai oleh para pembaca.

Meskipun terlihat sering kali saya menunggu dengan hati berdebar, apakah ada yang memberikan sedikit komentarnya, apakah ada yang memberikan saran dan kritik, apakah ada yang menyatakan rasa sukanya terhadap artikel-artikel saya tersebut, namun sering kali saya juga harus menelan kekecawaan karena tidak ada yang meninggalkan komentar sama sekali.

“Tak apalah, yang penting mereka masih sempat membacanya” saya sering menghibur diri sendiri dengan kalimat seperti itu setelah melihat report view pada artikel saya. Penghiburan seperti itu juga sangat saya butuhkan bilamana saya mulai merasa sedih karena tidak mendapat umpan balik atau respon dari para pembaca. Lambat laun saya mulai belajar, bahwa tak perduli sebanyak apapun orang yang membaca atau memberikan imbalannya berupa komentar, yang terpenting saya tetap menghasilkan tulisan.

Saya tetap memberikan tulisan-tulisan yang terbaru dari ide-ide segar lainnya, berusaha untuk tidak ikutan latah dengan topik yang ramai dibicarakan, berusaha untuk terus belajar meningkatkan kualitas tulisan, berusaha untuk tetap komitmen menghidupkan gaya tulisan saya sendiri.

Memang benar adanya ketika saya menulis artikel yang berjudul Dahsyatnya Komentar, semua hal yang berkaitan dengan menulis saya adalah hanya dengan secuil komentar. Secuil memang, tapi efeknya sangat luar biasa. Maka, jangan pernah berhenti dan menyerah ketika tulisan Anda tidak mendapat imbalan dalam bentuk apapun. Yang penting niat untuk terus belajar menghasilkan karya yang lebih bermutu dan terus belajar untuk selalu mengintropeksi tulisan.

Teruslah menulis dengan apapun keadaan hati dan niatmu… tanpa pamrih.


210911

Sumber : myourcare.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

ShareThis