Bila berbicara mengenai musik anak Indonesia, saya teringat pada beberapa penyanyi cilik yang pada tahun 90-an terkenal dengan lagu-lagu khas anak-anak yang ceria. Ada beberapa penyanyi dewasa yang membawakan lagu anak-anak dengan maskot andalannya atau penyanyi cilik yang imut. Beberapa penyanyi yang masih melekat di ingatan saya, antara lain :
- Kak Seto dan si Komo dengan celotehan “weleh… weleh… weleh…” –nya
- Kak Ria Enes dan Susan dengan lantunan “Susan, Susan, Susan, kalau gede mau jadi apa?”
- Lagu Jagoan yang dinyanyikan oleh Sherina
- Lagu Aku Cinta Indonesia-nya Cincy Cenora
- Nyanyian Cit-Cit Cuit atau di Obok-Obok-nya Joshua
- Lagu Ci Luk Ba dari Maissy
- Si Lumba-Lumba-nya Bondan Prakoso
- “Kamu makannya apa? Tempe!” salah satu lantunan dari Enno Lerian
- Trio Kwek-Kwek yang selalu bersemangat
- Chiquita Meidy dengan lagu Kampuang Nan Jauh di Mato
Dan penyanyi cilik lainnya. Wow, setelah diuraikan satu per satu, ternyata Indonesia memiliki banyak penyanyi cilik yang berbakat. Tetapi, bila kembali pada masa sekarang, rasanya rentetan penomoran di atas akan banyak berkurang. Saya sendiri sudah lama tidak melihat atau mendengar lagu khas anak-anak yang dinyanyikan dari penyanyi cilik. Yang ada adalah penyanyi cilik yang tergabung dalam sebuah grup dan menyanyikan lagu bertema percintaan atau penyanyi cilik yang menyanyikan lagu-lagu orang dewasa.
Bukan itu saja, boomingnya lagu-lagu K-Pop yang energik menjadi hapalan resmi dari sebagian besar anak-anak saat ini. Dari grup penyanyi asli Korea seperti SNSD, Wonder Girl, Super Junior, dan grup Korea yang sedang naik daun lainnya, hingga grup penyanyi ala Indonesia seperti 7 Icon, Cherryberry, Max 5, dan nama-nama grup dewasa ala K-Pop lainnya semakin menyeret anak-anak ke dunia yang berbeda.
Mungkin penyanyi cilik dan lagu anak-anak itu sudah terlalu jadul dan masa kejayaannya sudah lewat, jauh tertinggal dari tren musik anak-anak sekarang. Sehingga mereka cenderung lebih menyukai penyanyi-penyanyi dewasa yang unik, bergaya nyetrik, dan jargon yang mudah mereka ingat atau tirukan. Mereka cenderung mengikuti orang-orang tertua yang ada di keluarga mereka yang sedang demam Korea, mereka mendengar, melihat dan kemudian meniru.
Sumber |
Apakah Anda masih ingat dengan tokoh Si Komo yang berada pada posisi nomor 1 di atas? Untuk Anda yang lahir pada tahun 80-an mungkin masih mengingat tokoh unik yang menyerupai komodo berwarna hitam putih itu, tapi untuk Anda yang lahir di atas tahun 90-an, saya tidak yakin apakah Anda mengenal tokoh fenomenal ini.
Tokoh Si Komo adalah salah satu tokoh yang paling terkenal pada tahun 90-an dan merupakan favorit saya, namanya selalu saja disebut-sebut khususnya ketika kemacetan sedang melanda jalanan. Lagu-lagunya yang ringan pun masih terngiang dengan jelas di telinga saya, “Macet lagi, macet lagi… Gara-gara Si Komo lewat…” atau jargon uniknya yang berbunyi “Weleh weleh weleh…”. Rindu saya mendengar lantunan lagu yang riang itu. Bagi sebagian orang dewasa yang masih menyimpan memori tentang si Komo biasanya selalu berkata “Si Komo sedang lewat, makanya macet, weleh weleh weleh…” bila sedang terjebak kemacetan.
Si Komo merupakan salah satu aset negara yang bernilai tinggi. Bukan saja karena dia mampu dekat dengan anak-anak maupun orang dewasa, tapi juga menjadi maskot salah satu keajaiban dunia yang ada di Indonesia yaitu pulau Komodo. Sangat tepat kiranya bila maskot Si Komo ini kembali dihidupkan kembali dengan segala ciri khasnya, dengan segala keunikan Indonesia-nya, dengan segala keasliannya tokohnya, dengan kepolosannya, dan dengan segala budaya Indonesia yang dibawanya.
Sedangkan kak Ria Enes dan Susan pernah tampil di televisi beberapa waktu yang lalu, sekitar tahun 2011. Mereka menyanyikan lagu favorit saya, “Susan Punya Cita-Cita”, seperti bernostalgia ke masa kecil dulu. Dan penyanyi cilik lainnya telah beranjak dewasa sehingga mendapatkan predikat mantan penyanyi cilik dan berganti menjadi predikat penyanyi dewasa. Meskipun mereka tidak bisa merengkuh jiwa anak-anak generasi sekarang, tetapi mereka masih menghargai, mencintai dan membudayakan musik Indonesia.
Sumber |
Tiba saatnya penerus mereka beraksi, dengan style ala K-Pop yang trendi, dengan lirik lagu yang dewasa dan kisah percintaan yang belum saatnya, dan dengan penyalahartian “penyanyi cilik” atau “penyanyi anak-anak”. Slogan “anak-anak” justru hilang tertelan popularitas mereka. Kembali diingatkan dan diperlihatkan tentang realitas musik anak Indonesia, bahwa inilah kenyataan yang sebenarnya.
Penyanyi cilik yang nasionalis dan berjiwa anak-anak adalah harta yang dimiliki oleh negara ini yang telah terlupakan seiring berlalunya waktu dan bertambah banyaknya jenis hiburan bagi anak-anak yang semestinya belum pantas mereka konsumsi. Semoga, tulisan ini menjadi pengingat bagi Anda semua yang juga merindukan sosok penyanyi anak-anak asli milik Indonesia. Semoga, tulisan ini menjadi penggugah hati Anda yang ingin menghidupkan kembali tokoh penyanyi seperti Si Komo yang pernah jaya tersebut dan ingin membuatnya menjadi sosok superstar lagi di mata anak-anak Indonesia saat ini. Semoga, masih banyak anak-anak Indonesia yang akan mendendangkan lagu anak-anak milik Indonesia kembali. Amin ya robaal’alamin.
040412
1 komentar:
amin . . wah anak sekarang demam K-pop nya abis abisan, malah lagu anak yang sebenarnya tidak ada sama sekali nih . memang susah menjauhkan anak anak kita dari dunia luar yang sudah seperti itu
Posting Komentar